Pengetahuan memang ditujukan untuk mengubah mental dan karakter
seseorang supaya sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Aku kemarin baru
aja gabungan sama club pengajian yang menghadirkan seorang pemuda sholeh.
Pemuda ini bernama Taqy Malik. Walaupun masih muda, dia seorang hafidz yang sudah
bisa menirukan 40 suara imam besar di dunia. Jadi bayangin aja kalau sholat di
belakangnya, nggak bakalan bosan mendengar suara merdunya yang bisa diganti
kapan saja. Sama seperti ketika kamu menikmati sebuah konser musik.
Ngomong-ngomong aku bakalan certain sedikit profilnya di artikel berbeda ya.
Silahkan besok cek ke sub tema tokoh jagoan.
Yang ingin aku fokuskan kali ini sesuai dengan judul. Well, sebagai
seorang pelajar di sekolah menengah umum biasa, aku merasa ada banyak banget
pelajaran yang mesti dipelajari. Masing-masing menuntut kemampuanku dan
beberapa di antaranya harus aku kuasai tanpa pernah bertanya dulu sukakah aku
padanya. Aku ambil contoh pelajaran paling banyak dibenci di sekolahku. Namanya
matematika. Pelajaran ini mengasah logika dari otak setiap orang. Katanya sih
sebagai dasar kehidupan. Makanya matematika tidak pernah dilenyapkan sejak
tingkat Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas.
Jawaban Guru Matematika
Pernah suatu ketika temanku yang sering mengantuk tiba-tiba pada saat
pelajaran matematika bertanya pada ibu guru pengajar. ‘Bu, kalau di kehidupan
sehari-hari itu contoh penerapan ilmu matematika apa ya ? Kok kita sampai harus
belajar matematika 12 tahun.’
Ibu guru tersebut diam sebentar. ‘Buat permainan.’ Aku yang mendengar
jawaban menarik itu langsung menoleh ke arah mereka. ‘Main apa, Bu ?’
‘Main angka.’ Jawab beliau. Yah, langsung kutundukkan wajahku ke buku
matematika lagi.
‘Saya tidak suka main angka, Bu.’ Jawabku lemas.
‘Itu lebih baik daripada main hati sama cinta. Kalian belum waktunya.’
Kupikir-pikir nyeleneh juga si ibu guru matematikaku yang notabene sudah
berumur itu. Kembali aku mengingat rasanya bosan berada di bangku sekolah.
Walaupun aku duduk di jurusan IPS yang anaknya terkenal cablak, tapi kami tidak
pernah cablak menyampaikan isi hati dan uneg-uneg dunia pendidikan kepada para
tenaga pengajar. Entah karena memang merasa sekolah sebagai tradisi atau
benar-benar sadar ini bagian dari proses pendidikan. Yah, anak SMA disuruh
berpikir hal semacam itu, yang ada kelas malah sepi. Krik,…. Krik…
Kisah Ketua OSIS
Aku kembali teringat pada suatu kejadian di masa SMP. Sewaktu itu aku
sekolah di SMP umum, bukan yang berbasis Islam. Wajar saja jika ada banyak
siswa Islam yang duduk sebagai mayoritas tapi tidak banyak yang lancar membaca
kitab suci, Al Qur’an. Ketepatan aku sekelas dengan ketua OSIS di SMP ku pada
periode tahun kejadian itu. Suatu ketika diadakan tes mengaji pada pelajaran
agama Islam.
Satu per satu dari anggota kelas diberi jatah membaca satu ayat dan
teman lainnya mendengarkan. Begitulah sistematikanya. Ketika pas jatuh giliran
si ketua OSIS ku itu, kelas hening cukup lama. Dia gagal membaca sekalimat pun
dalam Al Qur’an. Aku sendiri heran mengapa dia sangat sulit mempelajari Al
Qur’an padahal tidak ada riwayat keluarganya yang berasal dari agama lain. Namun
anak ini memiliki skill public speaking yang mantap. Jiwa sosialnya juga
terasah karena pandai berkomunikasi dengan orang lain. Dia memiliki banyak
penggemar di sekolah maupun luar sekolah karena cantik, baik, ramah dan
tentunya cukup pintar bagi ukuran siswa organisasi. Sayangnya, dia belum bisa
membaca Al Qur’an hingga usia sekitar 15 tahun masa hidupnya di dunia.
Tentu saja guru agama ku tadi trenyuh melihat siswi kebanggan sekolah
buta huruf Al Qur’an. Padahal sudah ada ekstra BTA (Baca Tulis Al Qur’an) di
Musholla. Namun entah mengapa dia hanya menjalin hubungan baik dengan para
pengurusnya tanpa pernah mengikuti. Mungkin karena itu termasuk kewajibannya
sebagai ketua OSIS.
credit image : www.lomba.co |
‘Kalau nggak bisa matematika sedikit saja langsung ikut les, disuruh ibu
lagi yang siap biaya. Giliran nggak bisa baca Al Qur’an sama sekali malah nggak
peduli itu ibunya.’ Kalimat sindiran itu benar-benar masih terngiang di
telingaku. Oke, aku mau ngasih opini tentang dua ingatan masa lalu di atas.
Ini sesuai fakta yang pernah aku alami dan teman-teman yang melaksanakan
sholat malam dilanjut membaca Al Qur’an. Ketika kamu mendahulukan Tuhan, Tuhan
juga bakalan mendahulukan kepentinganmu. Itu sih kata kakak kelas ketika
berbagi tipsnya menjadi mahasiswa UI tingkat akhir. Hampir sama dengan yang
disampaikan Taqy Malik pada waktu aku bertanya keluhan banyak hafalan pelajaran
yang lebih menuntut daripada hafalan Qur’an.
Beliau bercerita tentang temannya yang juga sekolah di sekolah umum.
Pada saat teman-teman lainnya membolak-balik buku karena akan ujian akhir, dia
malah asyik tadarus Al Qur’an sambil hafalan. Salah besar kalau kita merasa
pelajaran apapun itu lebih penting daripada Allah. Nah, temannya Taqy Malik ini
baru buka buku satu jam sebelum ujian dimulai. Itu pun cuma sempat baca
sepintas. Subhanallah, ajaibnya apa yang dia barusan baca itu keluar semua di
soal ujian. Sudah pasti nilai dia jauh lebih tinggi dibandingkan teman-temannya
yang katanya belajar biar bisa menjawab soal ujian.
Dear Emak
Buat para Emak-emak nih, nggak semua anak bisa multitalent. Akan lebih
asyik kalau Emak punya anak yang ahli di satu bisa namun juga mengenal
bidang-bidang lain secukupnya. Jadi ahli di suatu bidang itu nggak gampang.
Akan ada banyak latihan yang dalam prosesnya harus mengeluarkan airmata, air
keringat dan menghabiskan emosi anak-anak Emak. Dukung saja ilmu-ilmu yang jadi
passion anak Emak. Yang penting anak Emak bisa ilmu dasar dalam kehidupan,
agama. Ajari bacaan Qur’an sejak sekarang. Kalau Emak merasa belum bisa
melakukan itu cukup anggarkan saja dana les dan serahkan urusannya ke Pondok
Pesantren atau lembaga bimbingan BTA.
Ada berapa banyak sarjana yang menjadi pengangguran bukan karena sewaktu
dia kuliah terlalu nakal, pembuat onar atau kampusnya belum terakreditasi. Ini
bukan saja tentang beruntung atau tidak, tapi juga skill dalam kehidupan.
Bagaimana tata karma berhubungan dengan Tuhan dan sesama manusia juga
diperhitungkan.
Jika belajar ilmu agama, kedua skill di atas akan otomatis ikut dikuasai.
Buktinya, banyak lembaga pendidikan tinggi terkemuka yang membuka jalur
prestasi hafidz qur’an dan mereka langsung bisa memilih ingin masuk di jurusan
apa saja. Misalkan UNS yang terang-terang siap menampung para hafidz qur’an. Ada
banyak jenis beasiswa juga yang disediakan bagi mereka penghafal qur’an. Misalkan
beasiswa dari Kemennag. Kabarnya kampus terkemuka di Indonesia seperti UI, UGM,
UB, UIN Malang juga menerima mereka. Bayangkan, tanpa harus susah bergelut
dengan buku-buku tebal persiapan SBMPTN Anda bisa langsung berkuliah di jurusan
kedokteran yang sudah jadi idaman sejak Anda dilahirkan. Wuih, oranguta pasti
lega sambil senyum tipis-tipis.
Buat Kamu
Ketika kamu mendahulukan Tuhan, yakini dalam hatimu. Hasbunallah wa
Nikmal wakiil nikmal maulaa wanni’mannatsiir. Cukuplah Allah saja yang akan
menolong dan memenuhi semua kebutuhan kamu. Kalau lagi berdo’a gak usah
ragu-ragu. Allah juga udah bilang kok. ‘Uduni Istajiib Lakuum.’ Barangsiapa
yang meminta pasti akan aku kabulkan. Jadi jangan tanggung-tanggung kalau
meminta. Minta aja yang besar sekalian, meskipun kelihatannya mustahil.
Pilihan pertama kamu jago matematika. Do’a sama Allah minta it uterus
belajar yang keras. Pilihan kedua minta jadi professor matematika sekaligus
hafal dan paham Al Qur’an. Kayaknya nggak mungkin banget yak arena di zaman ini
nggak ada orang seperti itu. Lhoh, jangan salah. Aljabar yang dipelajari di
matematika itu penemunya bernama Al Jabr, matematikawan Muslim. Makanya mulai
sekarang mindsetnya dirubah.
Kalau kamu nggak percaya sama pemaparan aku di artikel ini, silahkan
bedah perpustakaan dan om google. Korek aja info keajaiban dan manfaat belajar
Al Qur’an. Lebih enak lagi kalau punya kenalan yang langsung bisa diwawancarai.
Sampai sekarang pun aku belum pernah menemui hafidz qur’an yang jatuh miskin,
jadi pengangguran dan sampah masyarakat. Na’udzubillah. Yang ada malah mereka
yang terlalu berfokus pada dunia seperti missal terlalu mengejar ranking di
sekolah. Banyak lhoh kisah para jagoan sekolah, menang lomba akademik ini itu
tapi ujung-ujungnya kalah saing di dunia kerja. Ada yang jadi karyawan swasta
dengan gaji di bawah standar UMR sampai pembantu rumah tangga.
Coba ingat-ingat lagi deh, pentingan mana nyawa orangtuamu dengan
pelajaran sekolah ? Kalau masih penting yang pertama, masa iya mau mengakhirkan
pencipta nyawanya. Padahal Al Qur’an itu sumber ilmu apapun. Astronomi, sejarah
bahkan teori atom ada semuanya di dalamnya. Sayang banget kan kalau kita
menyandarkan dan mengejar hal menipu. Percayalah, jika kita sudah
memprioritaskan akhirat, dunia itu akan mengikuti otomatis. Masih butuh
kisah-kisah realnya ? Bisa request ya, nanti aku cariin sosok yang
pengalamannya bisa dijadikan pembelajaran. See you on top. Makasih sudah mampir
dan membaca sampai habis. Jangan lupa tadarus Al Qur’annya, ya.
EmoticonEmoticon