Gambar 1. Depresi |
Maaf ya lama
sekali nggak pos. Padahal udah lama komitmen ngeblog. Entah kenapa setiap
ketemu temen yang bisa diajak ngobrol, nyambung diajak berkicau soal
politik-penyakit-ekonomi-bisnis sampai gosip perceraian dan pelabrakan dunia
selebriti rasanya males banget nulis. Ya, mungkin karena aku sudah menemukan
pelampiasan dari rasa dongkol maupu
kebingunganku. Oke, tapi aku gaboleh kaya gini terus. Namanya belajar
ngeblog ya harusnya aku menghabiskan waktuku di depan laptop. Nulis apapun
asalkan membuat blogku tetap hidup. Duh, maafin ya blog-ku, kamu jadi
sakit-sakitan gini gak keurus kaya yang punya.
Sebenarnya hari
ini aku mau nulis tentang isu anget banget yang baru kemarin memanas. Seputar
pemuda pemberani yang ‘nekad’ mengacungkan buku lagu UI berwarna kuning setelah
meniup peluit di depan Bapak Presiden kita yang terhormat, Ir. H. Joko Widodo.
Wiuh, gila banget gak sih tuh aksinya. Tanpa komando dan aba-aba, Pasukan
Pengaman Presiden yang tubuhnya pada bongsor itu langsung nangkepin dia.
Eits, tapi kayanya
aku mau nulis opini soal abang Zaadit yang aksinya gak selucu Bang Radit pas
kena kamera di sini deh. Aku mau coba menulis buat pertama kalinya di
idntimes.com. You should know di sana kalo nulis dapet upah eheheh. Bukan
karena sini berkarya cuma pas butuh duit aja lo ya. Ini lebih karena desakan
penasaran. Apakah tulisanku yang potensial dibaca lebih banyak orang akan
diberi tanggapan kontroversial atau hanya satu warna suara saja.
Sebagai
gantinya, sekarang aku mau cerita tentang betapa pentingnya hidup sehat
Whizzer. Beberapa hari yang lalu aku pergi ke konselor dan menceritakan tentang
semua perasaan yang aku alami belakangan ini. Konselor cantik yang mata dan
senyum ramahnya tak bisa ku lupakan itu bertanya ‘kamu mending mana. Sehat
fisik atau jiwa.’ Tanpa pikir panjang aku sih milihnya jiwa ya. Karena aku
sendiri ngrasain akibat pikiran yang tidak sehat, jiwa dan fisikku melemah
terus menerus sampai akhirnya aku harus datang ke tenaga profesional. Sekarang
aku punya alasan kuat kenapa aku harus semangat menjalani hidup ini.
Merugikan Orang Lain
Aku tau banget orang kalo udah putus asa, bingung,
sedih pikiran atau niatan suicide pasti sering terlintas. Para guru dan ustadz
bilang bertumpuk kata mutiara dari sumber A, B, C juga gak ngefek banyak. Mainstream.
Ya aku tau karena sudah sering banget ngalamin.
Itu adalah titik di mana aku lebih suka menghabiskan
waktu menonton video band-band metal progressive dan soft rock dengan jalan
cerita di video clip yang menyakitkan seperti cerita hidupku daripada
mendengarkan ceramah atau nasehat dari orang-orang yang dianggap ‘baik dan
suci.’
Maksudku bukan aku menganggap mereka tidak memiliki
peran penting dalam kehidupan orang-orang yang stress berat. Kami ini ada di
titik membutuhkan rangkulan dan dukungan. Kalau tidak sanggup memberi maka
jangan mengadili atau melabeli kami. Sungguh, itu bukan tindakan bijak
sekalipun kalian menganggapnya perbuatan mulia untuk menolong kami.
Gambar 2. Pelarian Depresi pada Obat-obatan |
Alasanku harus tetap semangat hidup sehat adalah jika
aku terus-terusan terpuruk dalam perasaan bersalah atau negative feeling
lainnya maka aku ini jahat banget sebenernya. Aku merugikan orang lain. Siapa
yang bisa menjamin besok temanku mengalami masalah hidup yang sangat berat,
lalu dia pas barusan melihat aku serta sikapku pada kehidupan. Dia
terinspirasi. ‘Ih kok kayaknya enak ya ijin kuliah melulu alasan sakit,’ ‘Kok
kayaknya lebih baik aku nyerah aja sama hidup ya.’
Ketika aku depresi untuk pertama kalinya, yaitu
sewaktu aku masih duduk di bangku SMA aku mengganti status Blackberry Messenger
–maklum, dulu belum ada IG sama WA- menjadi “depressed.” Aku justru makin
bersalah ketika ada 2 orang temanku kemudian mengikutiku jejakku. Mereka
sama-sama sedang depresi. Meskipun depresinya mereka sama sekali tidak dipicu
olehku, tapi membuat mereka menikmati rasa downnya adalah suatu kesalahan
bagiku. Jadi ku putuskan mulai sekarang aku tidak boleh merugikan orang lain
lagi.
Mengorbankan Orangtua
Aku memang bukan anak yang baik. Cara bicaraku pada
orangtua tidak sopan, aku tidak tanggap atas semua perintah mereka. Bahkan ku
akui aku sering tidak menyukai mereka. Namun suicide bukanlah tindakan terbaik
sebagai solusi masalah. Prinsip dan alasan utama bertahanku adalah tidak
merugikan orang lain. Sementara setelah menyerah pada keadaan, aku akan membuat
kedua orangtua ku malu setengah mati.
Di dunia para tetangga pasti diam-diam mengolok-olok
ibu ‘Eh tau nggak sih bu, Bu X ini lo anaknya bunuh diri. Katanya sih gara-gara
kebutuhan sekolahnya nggak pernah dikasih sama orangtuanya. Yaampun orangtua
macam apa sih dia itu. Udah anaknya mati bunuh diri yang satunya kuliah nggak
lulus-lulus. Makanya bu kalau belum bisa didik anak gak usah bikin anak.’
Ya, aku udah mikir sampe kaya gitu. Betapa ingin ku
sobek saja mulut mereka yang omongannya ngaco begitu. Ini sih bukan halusinasi
atau ketakutanku aja ya. Kalo kalian udah pernah hidup deket masyarakat pasti
tau dong daerah yang ibu-ibunya terdidik membicarakan ide ketika ngumpul dengan
daerah yang para wanitanya menggosipin tetangga bahkan kerabat dekatnya sendiri
secara sadis lebih banyak mana populasinya. Aku kasihan sama orangtuaku kalo
dijadiin korban.
Ada sebuah hadits dan Firman Allah SWT yang melarang
kebiasaan bergunjing alias gossip. Kebiasaan ini diibaratkan memakan bangkai
saudaranya sendiri. Jijik sih, tapi nyatanya gossip renyah sampai dijadiin
bisnis. Gak suka ah. Apalagi kalo orangtua ku yang diomongin gak bisa didik
anak. Padahal suicide emang udah jadi pilihanku, sekeras apapun orangtuaku
memberi arahan. Mereka sok tau. Kejemmm banget sok taunya.
Lebih Banyak Orang Kecewa
Alasanku ingin meninggalkan bumi adalah merasa sudah
mengecewakan banyak orang, tidak berguna, ngrepotin, dan semua hal-hal buruk.
Sekarang entah apakah ini akibat dari beranjak dewasa atau Tuhan yang
mengirimkan ilhamNya.
Aku pikir ketika aku tiada akibat bunuh diri, maka
akan semakin banyak orang yang kecewa padaku. Para dosen yang senang berdiskusi
denganku, teman yang suka hang-out meski cuma
beli cilok di seberang gedung perkuliahan, kakak tingkat yang berharap
aku bisa dikader, kakak organisasi yang berharap organisasi itu bisa berkembang
berkat hadirnya generasi baru, penjual nasi langgananku yang omsetnya akan
menurun, sampai para haters yang akan
merasa bersalah dan kesepian karena bingung mau ngebully atau nyetalk abis siapa
lagi.
Gambar 3. Pikiran Mengakhiri Hidup Sendiri pada Orang Depresi |
Pada akhirnya aku akan mengecewakan lebih banyak orang jika
menyerah begitu saja. Jadi aku harus bertahan. Aku harus bertahan meskipun
sakit. Meskipun keras dan tak mudah. Aku tidak perlu bercerita detail
masalahnya ku rasa. Ini blog, bukan diary.
Oke. Yang terpenting orang-orang yang sedang terpikirkan untuk suicide bisa
mempertimbangkan tiga hal ini.
Aku tau, memikirkan hukum agama di saat kondisimu sangat buruk malah akan membuatmu tertekan. Maka bebaskan. Bebaskan sebebas-bebasnya. Kamu hidup di dunia tidak boleh egois. Kamu boleh suicide, tapi pastikan juga tidak ada orang lain yang akan bersedih berhari-hari sampai nafsu makannya turun lalu jatuh sakit akibat bersedih atau merasa bersalah.
Silahkan suicide asal kamu sendiri juga bisa menjamin tidak ada efek negatif lain yang kamu sebarkan ke orang lain dan kamu sendiri juga yang akan memastikan tidak akan ada orang yang dirugikan akibat terinspirasi kisahmu kemudian dia mengikuti langkahmu menjemput kematian yang sebenarnya belum tentu membahagiakan.
Aku tau, memikirkan hukum agama di saat kondisimu sangat buruk malah akan membuatmu tertekan. Maka bebaskan. Bebaskan sebebas-bebasnya. Kamu hidup di dunia tidak boleh egois. Kamu boleh suicide, tapi pastikan juga tidak ada orang lain yang akan bersedih berhari-hari sampai nafsu makannya turun lalu jatuh sakit akibat bersedih atau merasa bersalah.
Silahkan suicide asal kamu sendiri juga bisa menjamin tidak ada efek negatif lain yang kamu sebarkan ke orang lain dan kamu sendiri juga yang akan memastikan tidak akan ada orang yang dirugikan akibat terinspirasi kisahmu kemudian dia mengikuti langkahmu menjemput kematian yang sebenarnya belum tentu membahagiakan.
EmoticonEmoticon