Saturday, February 3, 2018

3 Pertimbangan Penting Saat Pikiran Suicide Muncul

Gambar 1. Depresi

Maaf ya lama sekali nggak pos. Padahal udah lama komitmen ngeblog. Entah kenapa setiap ketemu temen yang bisa diajak ngobrol, nyambung diajak berkicau soal politik-penyakit-ekonomi-bisnis sampai gosip perceraian dan pelabrakan dunia selebriti rasanya males banget nulis. Ya, mungkin karena aku sudah menemukan pelampiasan dari rasa dongkol maupu  kebingunganku. Oke, tapi aku gaboleh kaya gini terus. Namanya belajar ngeblog ya harusnya aku menghabiskan waktuku di depan laptop. Nulis apapun asalkan membuat blogku tetap hidup. Duh, maafin ya blog-ku, kamu jadi sakit-sakitan gini gak keurus kaya yang punya.
Sebenarnya hari ini aku mau nulis tentang isu anget banget yang baru kemarin memanas. Seputar pemuda pemberani yang ‘nekad’ mengacungkan buku lagu UI berwarna kuning setelah meniup peluit di depan Bapak Presiden kita yang terhormat, Ir. H. Joko Widodo. Wiuh, gila banget gak sih tuh aksinya. Tanpa komando dan aba-aba, Pasukan Pengaman Presiden yang tubuhnya pada bongsor itu langsung nangkepin dia.
Eits, tapi kayanya aku mau nulis opini soal abang Zaadit yang aksinya gak selucu Bang Radit pas kena kamera di sini deh. Aku mau coba menulis buat pertama kalinya di idntimes.com. You should know di sana kalo nulis dapet upah eheheh. Bukan karena sini berkarya cuma pas butuh duit aja lo ya. Ini lebih karena desakan penasaran. Apakah tulisanku yang potensial dibaca lebih banyak orang akan diberi tanggapan kontroversial atau hanya satu warna suara saja.
Sebagai gantinya, sekarang aku mau cerita tentang betapa pentingnya hidup sehat Whizzer. Beberapa hari yang lalu aku pergi ke konselor dan menceritakan tentang semua perasaan yang aku alami belakangan ini. Konselor cantik yang mata dan senyum ramahnya tak bisa ku lupakan itu bertanya ‘kamu mending mana. Sehat fisik atau jiwa.’ Tanpa pikir panjang aku sih milihnya jiwa ya. Karena aku sendiri ngrasain akibat pikiran yang tidak sehat, jiwa dan fisikku melemah terus menerus sampai akhirnya aku harus datang ke tenaga profesional. Sekarang aku punya alasan kuat kenapa aku harus semangat menjalani hidup ini.

  • Merugikan Orang Lain

Aku tau banget orang kalo udah putus asa, bingung, sedih pikiran atau niatan suicide pasti sering terlintas. Para guru dan ustadz bilang bertumpuk kata mutiara dari sumber A, B, C juga gak ngefek banyak. Mainstream. Ya aku tau karena sudah sering banget ngalamin.
Itu adalah titik di mana aku lebih suka menghabiskan waktu menonton video band-band metal progressive dan soft rock dengan jalan cerita di video clip yang menyakitkan seperti cerita hidupku daripada mendengarkan ceramah atau nasehat dari orang-orang yang dianggap ‘baik dan suci.’
Maksudku bukan aku menganggap mereka tidak memiliki peran penting dalam kehidupan orang-orang yang stress berat. Kami ini ada di titik membutuhkan rangkulan dan dukungan. Kalau tidak sanggup memberi maka jangan mengadili atau melabeli kami. Sungguh, itu bukan tindakan bijak sekalipun kalian menganggapnya perbuatan mulia untuk menolong kami.
Gambar 2. Pelarian Depresi pada Obat-obatan
Alasanku harus tetap semangat hidup sehat adalah jika aku terus-terusan terpuruk dalam perasaan bersalah atau negative feeling lainnya maka aku ini jahat banget sebenernya. Aku merugikan orang lain. Siapa yang bisa menjamin besok temanku mengalami masalah hidup yang sangat berat, lalu dia pas barusan melihat aku serta sikapku pada kehidupan. Dia terinspirasi. ‘Ih kok kayaknya enak ya ijin kuliah melulu alasan sakit,’ ‘Kok kayaknya lebih baik aku nyerah aja sama hidup ya.’
Ketika aku depresi untuk pertama kalinya, yaitu sewaktu aku masih duduk di bangku SMA aku mengganti status Blackberry Messenger –maklum, dulu belum ada IG sama WA- menjadi “depressed.” Aku justru makin bersalah ketika ada 2 orang temanku kemudian mengikutiku jejakku. Mereka sama-sama sedang depresi. Meskipun depresinya mereka sama sekali tidak dipicu olehku, tapi membuat mereka menikmati rasa downnya adalah suatu kesalahan bagiku. Jadi ku putuskan mulai sekarang aku tidak boleh merugikan orang lain lagi. 
  •  Mengorbankan Orangtua

Aku memang bukan anak yang baik. Cara bicaraku pada orangtua tidak sopan, aku tidak tanggap atas semua perintah mereka. Bahkan ku akui aku sering tidak menyukai mereka. Namun suicide bukanlah tindakan terbaik sebagai solusi masalah. Prinsip dan alasan utama bertahanku adalah tidak merugikan orang lain. Sementara setelah menyerah pada keadaan, aku akan membuat kedua orangtua ku malu setengah mati.
Di dunia para tetangga pasti diam-diam mengolok-olok ibu ‘Eh tau nggak sih bu, Bu X ini lo anaknya bunuh diri. Katanya sih gara-gara kebutuhan sekolahnya nggak pernah dikasih sama orangtuanya. Yaampun orangtua macam apa sih dia itu. Udah anaknya mati bunuh diri yang satunya kuliah nggak lulus-lulus. Makanya bu kalau belum bisa didik anak gak usah bikin anak.’
Ya, aku udah mikir sampe kaya gitu. Betapa ingin ku sobek saja mulut mereka yang omongannya ngaco begitu. Ini sih bukan halusinasi atau ketakutanku aja ya. Kalo kalian udah pernah hidup deket masyarakat pasti tau dong daerah yang ibu-ibunya terdidik membicarakan ide ketika ngumpul dengan daerah yang para wanitanya menggosipin tetangga bahkan kerabat dekatnya sendiri secara sadis lebih banyak mana populasinya. Aku kasihan sama orangtuaku kalo dijadiin korban.
Ada sebuah hadits dan Firman Allah SWT yang melarang kebiasaan bergunjing alias gossip. Kebiasaan ini diibaratkan memakan bangkai saudaranya sendiri. Jijik sih, tapi nyatanya gossip renyah sampai dijadiin bisnis. Gak suka ah. Apalagi kalo orangtua ku yang diomongin gak bisa didik anak. Padahal suicide emang udah jadi pilihanku, sekeras apapun orangtuaku memberi arahan. Mereka sok tau. Kejemmm banget sok taunya. 

  •  Lebih Banyak Orang Kecewa

Alasanku ingin meninggalkan bumi adalah merasa sudah mengecewakan banyak orang, tidak berguna, ngrepotin, dan semua hal-hal buruk. Sekarang entah apakah ini akibat dari beranjak dewasa atau Tuhan yang mengirimkan ilhamNya.
Aku pikir ketika aku tiada akibat bunuh diri, maka akan semakin banyak orang yang kecewa padaku. Para dosen yang senang berdiskusi denganku, teman yang suka hang-out meski cuma  beli cilok di seberang gedung perkuliahan, kakak tingkat yang berharap aku bisa dikader, kakak organisasi yang berharap organisasi itu bisa berkembang berkat hadirnya generasi baru, penjual nasi langgananku yang omsetnya akan menurun, sampai para haters yang akan merasa bersalah dan kesepian karena bingung mau ngebully atau nyetalk abis siapa lagi.
Gambar 3. Pikiran Mengakhiri Hidup Sendiri pada Orang Depresi
Pada akhirnya aku akan mengecewakan lebih banyak orang jika menyerah begitu saja. Jadi aku harus bertahan. Aku harus bertahan meskipun sakit. Meskipun keras dan tak mudah. Aku tidak perlu bercerita detail masalahnya ku rasa. Ini blog, bukan diary. Oke. Yang terpenting orang-orang yang sedang terpikirkan untuk suicide bisa mempertimbangkan tiga hal ini.

Aku tau, memikirkan hukum agama di saat kondisimu sangat buruk malah akan membuatmu tertekan. Maka bebaskan. Bebaskan sebebas-bebasnya. Kamu hidup di dunia tidak boleh egois. Kamu boleh suicide, tapi pastikan juga tidak ada orang lain yang akan bersedih berhari-hari sampai nafsu makannya turun lalu jatuh sakit akibat bersedih atau merasa bersalah.

Silahkan suicide asal kamu sendiri juga bisa menjamin tidak ada efek negatif lain yang kamu sebarkan ke orang lain dan kamu sendiri juga yang akan memastikan tidak akan ada orang yang dirugikan akibat terinspirasi kisahmu kemudian dia mengikuti langkahmu menjemput kematian yang sebenarnya belum tentu membahagiakan.


EmoticonEmoticon