Tuesday, February 6, 2018

Ketua BEM UI 2018 Diberi Kartu Merah Oleh Sebagian Rakyatnya Setelah Aksi Nekadnya Mengartu Kuning Presiden Jokowi Dianggap Memalukan UI.



Dari kemarin malam jagad maya Indonesia dihebohkan oleh aksi nekad seorang pemuda yang hatinya terusik oleh kesemrawutan negeri. Zaadit Taqwa yang baru saja naik menjadi Ketua BEM UI 2018 dianggap memalukan almamaternya oleh sebagian rakyatnya sendiri. Saking badainya berita dan #KartuKuningJokowi di seluruh media sosial yang ada, followers instagram @Zaadit naik signifikan setiap detik. Hari pertama sampai 3 hari pasca kejadian followersnya hampir menyentuh angka 30k. Hal ini menunjukkan betapa besar respect rakyat Indonesia terhadap aksi Zaadit.


Berbagai akun-akun kontra pemerintah yang merasa sedang berjuang menegakkan keadilan ramai-ramai membela Zaadit Taqwa. Salah satu yang vokal menyuarakan Zaadit sebagai pahlawan adalah akun @Indonesiabertauhid. Di sisi lain, tidak sedikit warga UI yang merasa Zaadit telah mencoreng muka almamater. Di depan para pejabat tinggi negara, alumni UI, dan rakyatnya sendiri Zaadit bangkit dari duduknya, meniup peluit kemudian mengacungkan buku lagu UI bersampul kuning sehingga dari kejauhan tampak seperti sedang memberi kartu kuning pada Presiden.

Warga UI yang tidak suka dengan aksi Zaadit sibuk mengklarifikasi bahwa aksinya atas nama pribadi, bukan institusi UI. Dari pihak istana negara, Johan Budi mengonfirmasi pembatalan jadwal meeting bersama BEM UI yang seharusnya dilaksanakan setelah pidato Presiden di Balairung UI. Namun pihak BEM UI menyangkal ada jadwal seperti yang dikatakan istana akan membahas beberapa isu strategis.

Sikap bijak diperlihatkan oleh Presiden kita Bapak Ir. H. Joko Widodo dalam menanggapi penyambutan pembesar BEM berpengaruh di seantero negeri ini. Presiden malah bermaksud menyiapkan akomodasi supaya perwakilan BEM UI ada yang memantau langsung kondisi di Asmat, Papua. Mengapa obat-obatan dan bantuan tidak segera sampai dan campak terus mewabah. Menurutnya, pemerintah selama ini terus mengupayakan perbaikan insfrastruktur supaya medan di sana bisa diajak kompromi untuk menyalurkan bantuan kepada penduduk lokal.

Tuntutan lain yang membuat Ketua BEM UI mengambil jalan yang terkesan ekstrim tersebut adalah  isu akan dibatasinya pergerakan mahasiswa di kampus lewat peraturan baru serta wacana dwifungsi POLRI/TNI berlaku kembali. Sebenarnya wajar jika seorang Zaadit mengambil sikap berani tersebut. Sebagai seorang pemimpin dari organisasi yang disegani dan dijadikan teladan ratusan kampus lain, mengecewakan bila dia hanya diam pada saat Bapak Presiden berada di depan matanya. Itu adalah menit-menit emas Zaadit mendapat jawaban atas kegelisahannya selama ini.


Sejak aksi represif pemerintah terhadap personil BEM IPB beberapa waktu lalu, pemerintah dianggap anti kritik dan mahasiswa jadi tampak seperti musuh. Meskipun secara eksplisit para pejabat selalu mengatakan senang ditegur, namun kenyataan penyambutan kritikan yang disampaikan secara damai dan prosedural selalu mengecewakan. Bisa jadi itu pula yang membuat Zaadit merasa harus mengambil tindakan yang mengundang perhatian supaya suaranya didengar dan ditanggapi langsung oleh Presiden.

Bagi seorang aktivis, dapat duduk semeja dengan pejabat merupakan kesempatan emas untuk menyalurkan aspirasi teman-teman dan warga yang tak berani bicara. Aktivis adalah penyambung lidah rakyat. Jika pertanyaannya rakyat yang mana, maka kita tidak boleh memukul rata semua orang puas dengan kepemimpinan satu orang. Tidak sedikit rakyat Indonesia yang mengeluh atas kepemimpinan Presiden sejak sebelum Pak Jokowi. Hal ini wajar, biasa. Lalu aktivis-aktivis ini bertugas memperjuangkan apa yang mungkin masih dianggap belum menjadi fokus pekerjaan pemerintah. Ada kaum yang diperjuangkan.

Tidak semua netizen setuju dengan pendapat di atas. Pasti akan ada yang nyinyir 'Tidak begitu caranya mengekspresikan pendapat,' 'Kemana intelektualnya sebagai mahasiswa? Saya juga tidak suka dengan beberapa kebijakan Presiden, tapi saya tahu sopan santun.' Begitulah beberapa nyinyiran di sosial media yang terus bertebaran tiada henti. Pujian juga celaan terus datang menyerang Zaadit.
Jadi aktivis itu berat, dinyinyirin dunia maya juga dunia nyata. Harus siap dibenci dan dicap sembarangan. Antek-antek partai politik lah, aksi pesananlah, niatnya promosi organisasi ekstranya sampai numpang tenar cari tambahan followers biar dikira kekinian.

Netizen, don't judge someone stranger. Apakah dari aksi Zaadit yang sekali itu lantas pantas bagi kita yang belum memberikan solusi pada negeri ini  memaki-maki. Apalagi cacian dengan kata-kata kasar. Apakah kalian sudah tahu betul isi hati dan isi pikirannya sesaat sebelum beranjak dari kursi? Sudah memastikan dia hanya ingin ketenaran?

Jika kita kontra dengan sikapnya tidak perlu menanggapi berlebihan. Apalagi sampai menjadi penyebar kebencian. Wajar saja mahasiswa UI lain marah dengan sikap Zaadit, wajar pula mahasiswa UI sebagian lain mendukung aksi Ketua BEM-nya, wajar Bapak Jokowi bersikap tenang, wajar Paspampres mengamankan Zaadit, wajar followersnya bertambah gila-gilaan, wajar banyak yang menganggap UI The Real Kampus Perjuangan sementara lainnya menganggap UI sudah tak lagi ilmiah.

Semuanya wajar saja kok. Bapak Rumah Kepemimpinan yang membesarkan Zaadit ikut angkat bicara. "Itu menyampaikan aspirasi dengan sensasi dengan maksud menarik perhatian. Menurut saya biasa saja. Tak ada yg istimewa untuk dikomentari." Ujar Mahfud Md.

Harusnya jika merasa ilmiah mari kita membahas konten aspirasi yang dibawa Zaadit, bukan sibuk mengartu merah aksi nekad Zaaditnya saja. Kira-kira bagaimana cara mengatasi campak di Asmat, mengapa suara mahasiswa akhir-akhir ini kentara sekali sengaja dibungkam dan bagaimana caranya supaya mahasiswa kritis tetap bersuara tanpa anarkis, juga perjuangan independensi militer kita dari pengaruh politik praktis yang di masa lalu diperjuangkan mati-matian tapi sekarang hendak dibangkitkan.

Pada akhirnya orang-orang yang belum merasakan sensasi perjuangannya menjadi aktivis akan mudah mengolok-olok aksi nekad Zaadit. Beberapa mahasiswa UI merindukan pemimpin lamanya yang turun dengan hormat mengantongi 90% kepuasan rakyat atas kinerjanya selama menjabat. Namun sebagai sesama aktivis mereka sering berkomunikasi dengan caranya sendiri.
Mujab tahu benar cara bijak menjawab serbuan netizen yang sedari kemarin mendesaknya angkat bicara tentang penerusnya tersebut. Dalam tulisannya, Mujab mengatakan kartu kuning pantas didapatkan oleh pemerintah sekaligus BEM UI jika tidak bekerja untuk rakyat Indonesia dan kartu kuning untuk dirinya sendiri. Sebuah tulisan independen yang diposting Mujab di akun media sosialnya akan membuka mata netizen supaya tidak menilai setiap aksi hanya dari satu jenis kacamata saja.

Tidak akan berkurang kontribusi UI kepada negeri hanya karena keberanian ketua BEM-nya ingin suaranya didengar. UI tetap memberikan sumbangsih berarti bagi Indonesia. Semoga aksi Zaadit membawa dampak baik bagi pergerakan mahasiswa, bukan bersanding ramai dengan kasus pelakor yang baru dilabrak anak di bawah umur. Ya, kartu kuning memang pantas kita terima jika diam saja melihat Indonesia yang tidak baik-baik saja.


EmoticonEmoticon