Tuesday, February 27, 2018

Jangan Buru-buru Menganggapku Orang Baik


“Don’t Judge people by the cover”

Ungkapan di atas seharusnya tidak hanya diterapkan bagi mereka yang covernya berantakan, tidak tertata, kucel bahkan tanpa bentuk. Demi sebuah satu kata, keadilan. Harusnya tidak menilai orang dari sampulnya saja juga diterapkan ketika kita melihat seseorang yang terlihat berperilaku anggun dengan pakaian serba tertutup membalut seluruh badan.
Nilai-nilai kesopanan, kedalaman ilmu pengetahuan dan cap sebagai orang berkualitas banyak menjadi anggapan saat yang kita temui memang orang berpembawaan bagus dibarengi omongan berbobot. Dalam artikel kali ini aku hanya ingin menegaskan tidak semua orang baik itu benar. Kamu harus percaya benar itu mutlak, sedangkan baik relatif.
Artikel ini ditulis setelah 3 hari terakhir aku sendiri merasa ada keganjalan ketika orang-orang yang mengaku mengajak orang pada kebaikan atau dalam Islam menyeru kepada Allah alias berdakwah menjatuhkan penilaian bahkan sebelum kita sempat bercerita mengapa dan bagaimana kita bisa melakukan suatu hal buruk.
Sebelumnya, aku kutip dulu ayat Qur’an yang membuat kita semua sadar bahwa dakwah adalah sebuah tugas wajib seorang mukmin, bukan segelintir orang yang dianggap berilmu saja.  Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. [Ali ‘Imrân/3:104]”
Foto 1. Muslimah dalam Majelis Ilmu
Penyebabnya sederhana. Karena ingin beruntung makanya setiap orang berhak mengejar tiket ke surga masing-masing. Mau cuma hafal al fatihah doang terus diajarin ke anak-anak kecil di sekitar rumahnya atau sudah jadi hafidz qur’an dan mengajar di sebuah pesantren semua sama. Kan dalilnya sampaikanlah walau satu ayat saja to. 
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allâh, dan mengerjakan kebajikan dan berkata, ‘Sungguh aku termasuk orang-orang Muslim (yang berserah diri).’ [Fushshilat/41:33]

Masalahnya sekarang, aku merasa para pendakwah muda yang tengah digodok di dalam candradimuka kampus lupa bahwa seharusnya dakwah atau mengajak pada kebaikan ini orientasinya Allah SWT, bukan organisasinya apalagi dirinya sendiri.
Aku sendiri merasakan sebalnya ketika setiap kali diajak kebaikan pada ujungnya adalah promosi organisasi tertentu. Sebenarnya tidak ada yang salah, namun kemudian ijinkan aku mengutarakan isi hati. Bolehkah aku yang newbie dalam dunia dakwah ini menanyakan apakah benar seruan dakwah ini sudah menyeru Allah sebagaimana dua Firman-Nya tadi atau belum? Apalagi marah kalau yang diajak belum mau.
Sharing pengalaman pribadi saja. Aku sadar telah membuat banyak orang patah hati karena sering mengikuti kajian golongan tertentu bahkan hidup di tengah-tengah mereka tapi pada akhirnya memilih mengikuti organisasi rival mereka. Kecewa? Orang-orang itu mengakui kecewa berat, tapi aku tidak peduli. Life isn’t your slave, so just stay calm when life being horrific.
Ada alasan yang perlu kamu tahu mengapa aku tidak merasa bersalah mengumumkan pilihan ini kepada mereka. Ibarat kata, kamu ramah dan sudah sangat dekat dengan seorang teman lawan jenis tapi niat sebenarnya memang nyaman berkawan, berdiskusi, jalan bareng, sementara dianya merasa kamu serius. Suatu hari kamu mengumumkan ke semua orang kalau kamu akan menikah dan itu tidak dengan teman dekatmu tadi. Bayangkan saja bagaimana rasa kagetnya.
“Masak kamu nggak tertarik sih ditawarin surga?”
Hey guys, netizen yang setia menyimak ceritaku. Menurutmu untuk apa manusia tetap mengaku beragama meskipun sadar tidak menjalankan perintah agama sepenuhnya? Bukankah ampunan Tuhan dan akhirnya masuk surga? Apa yang salah dengan mengharapkan surga? Kalau kamu tidak setuju jawabanku yasudah, J Tapi inget ini dulu.
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya (yaitu surga) dan takut akan azab-Nya (yaitu neraka); Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS Al-Israa’ : 57)
Problem lagi, sebagai target dakwah sekarang aku ingin mengatakan sesuatu.
Teruntuk para pendakwah muda yang mengaku perindu surga:
Apabila seorang perempuan dengan aurat terbuka diam di dekat majelismu, hampirilah. Bisa jadi dia sebenarnya sangat ingin bertaubat tapi belum tahu darimana memulainya. Setiap manusia memiliki masa kelam sekaligus fase menyesal secara alami. Jangan dikira para penjahat di luar sana bengisnya sepanjang waktu. Mereka pasti punya waktu tertentu merasa tidak puas dengan hidupnya selama ini, tapi tetap menjaga image karena terlanjur dicap sebagai raja ini itu, terkenal sebagai anak begini begitu.
Apakah kamu beriman kepada 25 Nabi dan Rasul? Kalau iya lalu mengapa tiba-tiba lupa pada kisah Nabi Musa as yang ditegur langsung oleh Malaikat Jibril as setelah menolak, marah dan mengusir seorang mantan pezina yang datang kepada beliau.
Ketepatan aku ini seorang perempuan. Oke, perempuan memang ditakdirkan lahir dengan 9 perasaan dan 1 akal, jadi aku coba ada di posisi pezina ini. Aku datang ke seseorang yang dianggap manusia paling dekat pada Ilahi pada zamannya demi sebuah ampunan. Maunya sih Nabi Musa yang memberi rekomendasi artinya memintakan langsung pada Allah supaya berkenan mengampuni. Dateng baik-baik dengan isakan tangis karena takut dosanya tidak diampuni.
Nabi Musa bilang Allah itu Maha Pengampun, tapi sewaktu diceritakan dosanya berzina sekaligus membunuh anak hasil hubungan gelap malah dimarahi dan diusir. Bisa bayangkan betapa sulitnya di posisi si pezina? Setelah menyesali perbuatannya, ingin taubat nasuha tapi dianggap sangat hina. That’s really terrible convicted and only make her drowning deep. Padahal tadi bilangnya gapapa cerita aja, Allah Maha Pengampun kok segede apapun dosamu. Plis itu nyakitin banget guys bagi seorang perempuan. Udah sakit waktu ditinggalin pacar bejatnya, ngandung bayi yang bikin sakit badan terus ngebunuh biar gak dikucilkan.
Apakah Allah Maha Pengampun hanya slogan supaya manusia mau masuk agama ini? Tidak kan. Lantas mengapa membiarkan bahkan menolak, menganggap mereka yang belum berhijab pasti tidak berusaha memberi hidayah?
Hidayah kan dicari, dikejar, diusahakan. Maka bantulah saudarimu mendapatkannya, jangan malah hanya berpikir ‘ah, anak ini bacaannya aja masih novel receh, tontonannya drakor, sulit kayaknya kalo ngajak dia kajian.’ Belum tentu.
Aku punya banyak temen wanita yang masih belum istiqomah berhijab, pacaran, dll tapi bilang ‘kamu kapan kajian lel? Kabari ya, aku pengen ikut tapi malu. Aku kan ya kayak gini bajunya, terus masih suka ngeliatin rambut. Ya gimana dong, menurutku aku lebih cantik gak pake hijab.’
Foto 2. Mengajak Kebaikan Meskipun Kita Sendiri Masih Mencari Kebenaran
Dengarkan, dengarkan mereka. Rangkul, sabar, ajak lagi. Aku suka sekali dengan cara Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi bahwa menyikapi orang-orang yang sering dicap buruk bahkan sampah dalam kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285). “Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut”.

Betapa hidup kita tenang jika tidak terbebani pikiran tentang perilaku buruk orang. Oke, karena aku ini mahasiswa fakultas pendidikan, jadi sedikit menguak dari sisi keguruannya yak. Kalau di lingkungan kami ada yang namanya asesmen.
Dalam proses asesmen, tujuannya nanti memang menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada. Nah, sebelum memberi solusi, kita harus tahu dulu penyebab masalah yang menimpa seorang anak. Mengapa dia melakukan hal tersebut, bagaimana riwayat hidupnya, arah jalan lingkungan sampai bisa mempengaruhinya, lalu seberapa kuat influencenya dan informasi mendetail lain yang bisa mendukung.
Setelah mendapatkan semua informasi baru kita bisa memahami dan memposisikan diri sebagai dia. Jadi nggak sampai berlebihan berburuk sangka ‘oh anak ini loh, baca qur’an aja gak bisa, postingan Ignya sok hits di cafe-cafe mulu sama cowok-cowok lagi.’ Siapa yang tahu sebelum tidurnya dia menangisi semua dosa yang diperbuatnya, sementara kamu yang mengaku pendakwah bangga sudah memposting kata bijak tapi membatasi diri pada mereka yang sudah membuktikan diri berubah.
Hal konkret kecilnya sebagai contoh adalah kisahku sendiri. Dulu ketika aku kajian kemana-mana pakai jilbab paris diselempangkan, baju seadanya, kadang pakai make up kadang apa adanya. Mana ada yang ngajakin kenalan? Selalu aku yang mendahului kenalan di forum kajian. Sampai sekarang cuma 2 orang doang yang kuinget ramah nanya ‘mbak, namanya siapa’ lainnya flat, stay cool. Ya, pikirku ‘ih sombong banget sih, mentang-mentang udah syar’i terus ramahnya ke temen sesama syar’i doang. Yedahlah temenku masih banya, huh.’
Hey ukhti, akhi. Jangan berdakwah secara eksklusif begitu atau para pendengarmu akan kabur sebelum kata-kata terakhir sempat kamu ucapkan. Hm, kikuk juga sih manggil ukhti sama akhi. Tapi gapapa biar ada ala arab gitu, negeri para anbiya’ J
Kalau masih menganggap yang setiap hari pakai jubah pasti udah rajin mempelajari ilmu agama, ijinkan aku berpendapat kalau orang begini pikirannya sempit. Bandingin aja sama nggak semua orang seksi itu cuma bisa make over. Faktanya banyak perempuan pelopor yang cerdas dan solutif tampil dalam busana seksi setiap harinya. 
Foto 3. Setiap Muslimah Berhak Memperbaiki Diri
Oh iya, kamu juga kudu tahu kasus yang na’udzubillah di daerahku, Kediri beberapa waktu lalu. Jadi, ada seorang ibu berniqab dan berpakaian syar’i begitu ditemukan sebagai mayat terlantar. Ternyata dia sudah lama dikenal syar’i dan tertutup oleh tetangga.
Yang membuat terkejut adalah, ibu itu tadi sudah punya suami dan anaknya dipondokkan di Jawa Tengah, di sebuah pondok sunnah berkualitas baik. Kamu tahu siapa yang membunuhnya? Berdasarkan hasil visum dan kesaksian pelaku oleh polisi, ibu ini dibunuh selingkuhannya setelah mereka cekcok di jalan saat akan berhubungan intim ‘terlarang’ di sebuah hotel.
Wallahua’lam Bisshawab.
Tulisan ini tidak ditulis untuk menyudutkan orang atau golongan tertentu. Marilah kita buka pikiran kita. Setiap orang berhak menjadi baik, dan kalaupun ada yang masih bangga dengan kenakalannya sadarkan tanpa menyinggung atau pun menyalahkan mereka.
Demi Allâh, bila Allâh memberi petunjuk (hidayah) lewat dirimu kepada satu orang saja, lebih baik (berharga) bagimu daripada unta-unta yang merah.[5]

(Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu).
Bagaimana mau menjadi perantara hidayah kalau mendekat saja tidak mau, malah terang-terangan menunjukkan penolakannya. Iya loh, setelah aku berpakaian syar’i drastis mereka yang di kajian itu pada ngajak kenalan dan berubah ramah banget, senyumnya uh sampai memperlihatkan gigi.
Maaf ya sedikit lebay, memang sebelumnya waktu ikut kajian dengan baju apa adanya, tidak ada yang menegur ‘eh sayang, gimana kalo ganti style’ atau gimana kek. Malah setiap sini ngajak berjabat tangan atau nyapa Cuma dilihat doang atau senyum seadanya. Tapi kalau sama sesama teman mereka yang dari luarnya sudah bagus sampai cipika cipiki. Ya, siapalah sini atuh, justru makin tambah merasa tidak diterima dan tidak diinginkan to. Untungnya aku bukan orang yang kaya gitu.
Masa bodo ajalah, mereka perlu dikasihani karena harus membebani pikiran dan prasangka sendiri ke arah negatif. Padahal kenyataan belum bercerita mengapa dan bagaimana. Jangan buru-buru menganggapku orang baik, karena aku tidak ingin menjadi orang lain dalam berhijrah. Jangan hanya karena aku sudah memakai gamis, handsock dan kaos kaki lalu kamu menerimaku sebagai teman. Kemanakah Allah dan siapa yang sebenarnya kamu seru? Aku takut kamu kecewa menjadi temanku, menjauh lagi setelah tahu ternyata aku masih punya banyak hobi buruk yang kadang tak mendidik.

Referensi:




EmoticonEmoticon