Well, mulai 3 Juni 2019 aku mau menuliskan banyak hal di sini. Tanpa banyak kaidah.
Jadi aku mulai berpikir. Blogku seharusnya wadahku mengekspresikan diri.
Berbagai gaya menulis mungkin akan sering tercampur ke depannya. But, if you think this new thing as a distraction and freak, just tell me. Kenyamanan pembaca tetap yang utama. Baiklah, satu hal yang ingin aku sharing kan kali ini. Entah akan banyak pembaca atau engga, aku akan tetap menulis.
Mantan Penghujat Keluarga Cikeas
Setelah Former First Lady-nya Indonesia, Bu Ani Yudhoyono meninggal dunia aku jadi merasa berdosa. Yap. entah aku termasuk korban berita atau bagaimana, tapi ketika Bapak Susilo Bambang Yudhoyono meninggal, aku merasa banyak sekali dosanya kepada rakyat.
Masih ingat buku berjudul Seri "Gurita Cikeas?" Ini sampulnya.
Oh, aku masih ingat betul waktu itu kelas 2 atau 3 SMP. Aku mendapatkan tugas membuat portofolio tentang apapun. Kamu tahu apa yang kukumpulkan untuk ku beri komentar? Daftar masalah di Indonesia yang belum selesai semasa pak SBY menjabat.
Sepertinya pikiranku teracuni. Siapa sih pejabat yang tidak ingin menyelesaikan semua masalah di Negara yang sedang dipimpinnya?
Bukankah dulu aku menjadi kritikus yang tidak handal? Menggunakan ilmu "Pokoke Gathuk" untuk membuat teori konspirasi. Ketepatan salah satu jembatan yang baru jadi di Kalimantan ambrol. Bersamaan dengan itu beberapa bencana alam melanda Indonesia, dan aku juga merasa petir yang saat itu datang saat jembatannya ambrol adalah bukti semesta marah pada pemimpin negeri.
Apakah kamu membacanya sambil ketawa?
Atau kamu juga merasa pernah menjadi kritikus serupa? Mengkritik yang tidak membangun. Lebih pantas disebut penghujat, yap. Sebangsa hater begitu.
Buku tersebut mungkin juga menjadi salah satu buku yang kontroversial semasa SBY menjabat. Bukankah di ingatanmu juga masih hangat bagaimana kemudian Bapak SBY menerima berbagai hujatan. Kerbau yang badan buluknya ditulis SBY, demonstrasi sampai bakar-bakar ban, membawa keranda mayat dan sederet hinaan dilontarkan pada mantan Presiden kita.
Sungguh berbeda antara orang berilmu dan tidak berilmu dan puncak dari ilmu adalah akhlaq. Sehingga di sini aku yakin orang yang berakhlaq sudah pasti berilmu.
Karena buah dari ilmu sendiri adalah akhlaq. Termasuk semakin mudah lisan kita menginjak-injak hasil kerja keras orang lain tanpa mengikuti prosesnya sebenernya adalah cerminan dari dangkalnya keilmuan kita.
Menghina Pemimpin
Ada, loh hadits Rasulullah SAW yang berderajat Hasan berbunyi:
Read More
Jadi aku mulai berpikir. Blogku seharusnya wadahku mengekspresikan diri.
Berbagai gaya menulis mungkin akan sering tercampur ke depannya. But, if you think this new thing as a distraction and freak, just tell me. Kenyamanan pembaca tetap yang utama. Baiklah, satu hal yang ingin aku sharing kan kali ini. Entah akan banyak pembaca atau engga, aku akan tetap menulis.
Mantan Penghujat Keluarga Cikeas
Setelah Former First Lady-nya Indonesia, Bu Ani Yudhoyono meninggal dunia aku jadi merasa berdosa. Yap. entah aku termasuk korban berita atau bagaimana, tapi ketika Bapak Susilo Bambang Yudhoyono meninggal, aku merasa banyak sekali dosanya kepada rakyat.
Masih ingat buku berjudul Seri "Gurita Cikeas?" Ini sampulnya.
Sumber Gambar: Bukalapak.com |
Oh, aku masih ingat betul waktu itu kelas 2 atau 3 SMP. Aku mendapatkan tugas membuat portofolio tentang apapun. Kamu tahu apa yang kukumpulkan untuk ku beri komentar? Daftar masalah di Indonesia yang belum selesai semasa pak SBY menjabat.
Sepertinya pikiranku teracuni. Siapa sih pejabat yang tidak ingin menyelesaikan semua masalah di Negara yang sedang dipimpinnya?
Bukankah dulu aku menjadi kritikus yang tidak handal? Menggunakan ilmu "Pokoke Gathuk" untuk membuat teori konspirasi. Ketepatan salah satu jembatan yang baru jadi di Kalimantan ambrol. Bersamaan dengan itu beberapa bencana alam melanda Indonesia, dan aku juga merasa petir yang saat itu datang saat jembatannya ambrol adalah bukti semesta marah pada pemimpin negeri.
Apakah kamu membacanya sambil ketawa?
Atau kamu juga merasa pernah menjadi kritikus serupa? Mengkritik yang tidak membangun. Lebih pantas disebut penghujat, yap. Sebangsa hater begitu.
Buku tersebut mungkin juga menjadi salah satu buku yang kontroversial semasa SBY menjabat. Bukankah di ingatanmu juga masih hangat bagaimana kemudian Bapak SBY menerima berbagai hujatan. Kerbau yang badan buluknya ditulis SBY, demonstrasi sampai bakar-bakar ban, membawa keranda mayat dan sederet hinaan dilontarkan pada mantan Presiden kita.
Sungguh berbeda antara orang berilmu dan tidak berilmu dan puncak dari ilmu adalah akhlaq. Sehingga di sini aku yakin orang yang berakhlaq sudah pasti berilmu.
Karena buah dari ilmu sendiri adalah akhlaq. Termasuk semakin mudah lisan kita menginjak-injak hasil kerja keras orang lain tanpa mengikuti prosesnya sebenernya adalah cerminan dari dangkalnya keilmuan kita.
Menghina Pemimpin
Ada, loh hadits Rasulullah SAW yang berderajat Hasan berbunyi:
مَنْ أَهَانَ السُّلْطَانَ أَهَانَهُ اللهُ. رواه الترمذي وقال: حديث حسن
“ Barangsiapa yang menghina seorang penguasa, maka Allah akan menghinakannya.” (HR al-Tirmidzi [2224]).
Setelah membaca habis artikel ini kamu bisa lari ke artikel Kenapa Islam Melarang Menghina Pemimpin? supaya tahu, paham dan bisa menerima argumentasi ini.
Sumber: Viva.co.id |
Aku di sini hanya menyederhanakannya saja, ya. Sebuah kaum dzalim akan diberikan Allah SWT pemimpin yang dzalim pula. Demikianlah untuk pemimpin yang berwibawa, cerdas, tegas, bijaksana seperti Al Fatih hanya akan dikaruniakan kepada golongan yang hatinya tak pernah lepas dari Allah.
Uh, jadi melting ga sih? Bukan kareka kisah Bu Ani Yudhoyono meninggal setelah 4 bulan di rumah sakit. Melting karena pasukannya Al Fatih dahulu tidak pernah lepas sholat malam meskipun dalam kondisi persiapan tempur.
Tiba-tiba aku jadi ingat, ketika rakyat yang memilih belum teredukasi dengan cukup, maka tentu saja akan mudah terkelabuhi oleh calon pemimpin yang menyuapnya, yang menyapanya secara dekat, memegang tangan dan mendengarkan keluhannya sebelum pentas Pemilu.
Tapi setelah pemilu? Yah, gigit jari. Hampir samalah dengan mencari pasangan hidup. Allah hanya akan memberikan yang menjadi cerminan diri kita saja.
Pemberitaan Tidak Adil
Apakah kamu salah satu orang yang tidak membuat status di sosial media tentang Ibu Ani Yudhoyono meninggal ? Kenapa? Karena kamu geram 600-an petugas KPPS meninggal tidak heboh, satu orang anggota mantan pejabat negara meninggal seluruh stasiun televisi, kantor berita sampai para tukang cilok juga ikut mewek.
Ani Yudhoyono menangis melihat rakyatnya, rakyat baru menangisi ketika sadar jasanya pada bangsa dan kamu masih belum sadar kenapa bisa seperti itu.
Bukan karena mereka orang kaya lalu seluruh siaran membela. Oke, aku mulai beropini singkat nih. Di dalam penyelenggaraan ada yang namanya etika protokoler. Mulai dari tempat duduk pejabat negara sampai prosesi pemakaman semua sudah ada aturannya.
Protokoler tidak hanya berlaku untuk presiden, setiap Walikota dan Gubernur tentu saja juga memilikinya. Sebuah negara atau institusi negara harus berwibawa dan Presiden adalah simbol negara. Lalu kalau sudah menjadi mantan, apakah masih berhak menerima itu semua?
Ketika berdinas tentu sudah tidak ada etika protokoler yang ribet seperti masa aktif dinas, tapi ada momen tertentu yang tetap sudah diatur protokolernya. Terlebih keluarga Cikeas datang dari kalangan pejabat tinggi militer.
Kedua adalah tentang jasa yang sudah mereka perbuat. Jika kamu iri melihat penghormatan rakyat bahkan kisah cinta Ani Yudhoyono dan SBY sampai dibuat meme dibandingkan dengan film 'Up', maka jadilah orang yang mendedikasikan hidupnya pada negara. Udah, gitu aja kok repot. Hehe mengutip kata Gus Dur.
Orang-orang pahlawan demokrasi KPPS yang meninggal baru sekali mendedikasikan hidupnya yang langsung bersentuhan dengan penyelenggaraan negara secara resmi. Sementara orang-orang yang kita iri upacara pemakamannya adalah orang yang bergulat bertahun-tahun dengan konflik demi kepentingan negara.
Berbagai penghargaan dari institusi kredibel untuk bu Ani kiranya bukan lagi sesuatu yang bisa menyangkal keikhlasan beliau ini dalam bekerja untuk negara.
Yah, sejatinya aku cuma mau ngomong itu sih. Tapi sepertinya masih harus dilanjut lagi dengan seri tulisan lain. Menurutmu kenapa Bu Ani tidak berjilbab tapi meninggal bulan Ramadhan? Doakan aku segera dapat bahan untuk membahasnya ya.