source: www.pixabay.com |
Pernahkah kamu tersudut antara dua pilihan berat? Seperti harus mengatakan perkataan kasar pada ibu atas suruhan ayah dan terjebak memilih pergi sekolah atau menunggui ayah yang sedang sakit tanpa seorang pun di sisinya? Bagi seorang anak yang mengalami broken home tidak sejak dini, hal-hal seperti ini akan terasa tidak biasa. Well, sekarang aku bingung harus bercerita darimana karena membicarakan kerapuhan rumah tangga berarti menyentuh hati setiap pembaca –dan hatiku pula tentunya.
Teruntuk kamu yang memiliki kisah
sedih mengendap tentang kebersamaan keluarga: Bertahanlah sebentar. Kalau untuk
cinta saja kamu bisa bilang ‘tak ada yang abadi,’ kenapa tidak untuk rasa perih
ini? Kamu mungkin bisa melepaskan beberapa teman yang tak sejalan denganmu.
Tapi kamu tak akan mampu menghapus wajah dan kenangan bersama keluargamu
“Aku nggak punya keluarga.”
Teruntuk kamu yang sampai di
paragraf ini mengatakan hal di atas: Bagaimana kamu menganggap orang yang
membuatmu tertawa selama ini? Mereka yang senantiasa berusaha mendengarkan
keluhanmu. Tidakkah mereka bagian dari penghuni di hati dan ingatan kecilmu?
Apa kamu tahu betapa orang yang
kamu benci karena kekasarannya ini adalah dia yang di setiap langkahnya pergi
bekerja selalu berpikir keras cara agar kamu dan saudara-saudaramu tetap
berseragam?
Supaya kalau besar nanti tidak
menjadi seperti dirinya yang membuat anaknya bersedih karena tak bisa mengajari
Bahasa Inggris maupun sekedar mengeja. Agar suatu hari nanti punya kesempatan
belajar ilmu parenting sebelum dipersunting tambatan hati dan melahirkan
keturunan lagi.
Kemarahanmu menutup kasih sayang
mereka. Kamu tidak tahu kan bagaimana gembiranya orang yang sekarang kamu
rutuki itu saat kamu datang ke dunia bahkan dalam keadaan masih diselimuti
darah dan ari-ari belum dipotong.
Kamu menangis tak berhenti.
Kamu membangunkan mereka di
tengah malam, merengek, menyusahkan saat buang air sembarangan. Dan kamu tidak
melihat bagaimana mereka malah bergembira melihatmu terus saja merepotkan
seperti itu.
Mereka tidak sempat berpikir
bagaimana cara mengabadikan momen-momen tersebut. Tak ada perkiraan kelak kamu
akan sebenci ini lalu memusuhi mereka, mengasingkan diri dari kedekatan bersama
keluarga.
Kamu yang merasa keluargamu
sedang tidak baik-baik saja. Adakah kamu sudah memastikan mereka meninggalkanmu
sengaja karena menganggapmu bagian dari hukuman yang diberikan Tuhan? Adakah
kamu sudah meyakinkan diri dengan segala kelengkapan bukti kalau orangtuamu
menitipkanmu karena malu mempunyai dirimu?
Tidak. Mereka bahkan memikirkan
keberlangsungan masa depanmu supaya tetap terjamin. Sebab itulah mereka
menabahkan diri memberikan pengasuhanmu kepada yang lebih mampu mengatasi.
Baca juga:
- Buta Al Qur'an Vs Buta Matematika
- Haruskah Anak Mengejar Nilai Raport?
- Jalan Baru Membuat Wanita Pintar Makin Cetar
- 4 Langkah Mudah Memperbaiki Hubungan Cinta yang Retak
“Aku tak pernah membagi ceritaku
pada orang lain.”
Mengapa kamu menyiksa dirimu
sendiri? Kemarilah. Aku memang bukan terapis atau psikiater, tapi aku berjanji
akan selalu mendengarkan ocehan tentang hidupmu yang keras. Sesekali kamu boleh
menangis di bahuku. Uraikanlah semua beban yang kau bungkus sendirian. Bahumu
memang kuat, namun tidakkah kamu ingat bahwa seseorang yang kelihatan paling
kuat masih butuh dikuatkan. Ini karena mereka selalu dianggap mampu melakukan
segalanya tanpa harus dibantu. Padahal setidaknya setiap orang membutuhkan
teman berbagi. Rasa juga cerita. Asa pun luka dalam proses perjuangannya.
Mengapa kamu menangis dan
menyimpan segalanya sendirian? Maafkan aku yang tak selalu ada di sampingmu.
Maafkan aku yang tidak selalu merespon cepat setiap chat yang kau tujukan padaku.
Tolong maafkan aku atas perkataanku yang menganggap masalahmu sebagai ujian
ringan. Saat itu aku lupa bahwa manusia tidak tumbuh dari akar yang sama.
Lingkungan kita berbeda dan aku benar-benar tak ingat akan hal ini. Ya. Aku
sudah mencoba merasai air matamu yang masih terbendung di kantungnya.
Aku harap kamu memahami bahwa aku
pun memiliki beberapa urusan yang tak bisa ditinggalkan semauku. Bersabarlah
sebentar jika aku menangguhkan waktu untuk memelukmu. Jangan pernah kamu
berpikir aku tak menganggapmu penting dalam hidup. Ini hanya tentang mendesak
atau tidak. Bahwa ternyata di luar sana bukan hanya kamu yang membutuhkan
pelukan dan perlu ditenangkan sesegera mungkin. Ada banyak remaja seusiamu yang
sedang muak dengan keadaan di rumah.
source : www.pixabay.com |
Seharusnya rumah adalah tempat
pulang paling dirindukan.
Kamu tidak perlu marah pada mereka yang sering mengunggah momen kehangatan
keluarga di sosial media. Kamu tahu, kamu pun dapat melakukan hal yang sama.
Hanya saja Tuhan sengaja membuatmu unik. Itu karena kamu memang dirancang
menjadi remaja yang lebih kuat dari rata-rata. Mereka tumbuh bahagia di setiap
postingan sosial media. Itu menurutmu bukan? Belum tentu kenyataan.
Setiap keluarga memiliki
ceritanya masing-masing. Begitu pula aku dan kamu. Kadang kala aku pun malu
jika harus menguak kembali masa kelam kami sekeluarga dalam usaha
mempertahankan keutuhan. Marilah kita sama-sama sadari bahwa rumah tangga belum
pantas disebut sempurna bila belum berhasil melewati serangkaian ujian.
Ada krisis ekonomi yang menguji
kesetiaan orangtuamu satu sama lain. Beberapa pasangan memilih mencari
pendamping hidup lainnya bahkan tanpa memperhatikan adakah getaran cinta kepada
pasangan baru mereka. Ini semua demi keberlangsungan hidup sejahtera, terutama
ibu yang harus menghidupi anak-anaknya.
Bagi keluarga kaya adakalanya
perempuan tak tahu diri menyelinap masuk menyentuh raga kepala rumah tangga. Para
Ayah juga manusia. Setelah melakukan perbuatan memalukan itu mereka juga
terluka. Apalagi ketika melihat raut muka putra putrinya. Apa kamu sadar akan
hal ini?
Sampai di sini apa kamu masih tak
percaya padaku?
Kenapa kamu menangis, sayang?
Jangan menangis sendirian. Apa gunanya Tuhan menciptakan aku yang sekarang ada
di sampingmu? Mendekatlah. Kamu akan lebih baik nantinya.
Kalau kamu merasa tak kuat
menjelaskan sekarang, diamlah. Biarkan aku terus mengelus rambut hitammu dan
mengusap air yang mengering di pipimu. Perkara kamu akan lebih baik kapan
janganlah dipikirkan. :)
Dulu, sewaktu keluarga kami goyah
awalnya aku juga tak terima. Aku menangis menyalahkan ayah, ibu, kakak, bahkan
takdir. Astaghfirullah. Barulah
sekarang ketika telah tenang aku menyadari bahwa merutuki keadaan tidak akan
mengembalikan kehangatan di keluarga kami. Apa kamu saat ini ada di posisi
seperti itu? Luapkanlah. Luapkan semua emosi yang membuatmu merasa kesakitan.
Buang. Buang sejauh-jauhnya semua penyesalan dan umpatan setelahnya.
Percayalah padaku, kamu akan
segera merasa lebih baik :).
Minumlah. Air putih akan menghilangkan kekeruhan di pikiran dan hati kita
bersama. Saat ini: i swear i’ll be here
for you. Just tell me the story and let me to hug you. Even i tear i try to
hear. Healing you and grow up my gentle side.
Apa kamu ingin ku bacakan sesuatu
yang menenangkan? Sini. Duduk dan dengarkanlah. Allah. Tuhan kita telah
menghibur tanpa diminta. Kalau aku sedang di posisimu aku paling suka membaca
Al Balad ayat 4 “Sesungguhnya manusia diciptakan dalam susah payah.” Tapi bagi
ku juga banyak orang, Al Insyirah dan Ad Dhuha adalah healer yang paling manjur. Entah mengapa setiap hatiku kacau
seperti kamu sekarang ini aku selalu merasa lebih tenang sekalipun tak ada
seseorang yang menguatkan. :))
EmoticonEmoticon